GetMenit.com, Kota Serang – Provinsi Banten resmi berusia 25 tahun pada Sabtu (4/10/2025). Namun alih-alih dirayakan dengan kebanggaan, momen peringatan hari jadi justru dibanjiri aksi unjuk rasa mahasiswa yang menuding Banten masih jauh dari cita-cita awal: menjadi provinsi yang mandiri dan sejahtera.
Pantauan di lapangan memperlihatkan massa dari berbagai organisasi mahasiswa bergantian melakukan orasi di depan gedung DPRD Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang. Spanduk berisi kecaman terhadap pemerintah daerah membentang di sepanjang jalan, dan di tengah panasnya siang, ban bekas pun dibakar sebagai simbol kekecewaan rakyat muda terhadap stagnasi pembangunan.
Ketua GMNI Cabang Serang, Dadang Suzana, menilai selama seperempat abad berdiri, arah pembangunan di Banten tak pernah benar-benar berpihak pada rakyat.
“Pemerintah hanya sibuk membangun infrastruktur fisik, tapi lupa membangun manusianya. Pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan masih merajalela. Banten bahkan masuk empat besar provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia,” tegas Dadang.
Ia juga menyoroti lemahnya tata kelola pemerintahan. Banyak jabatan strategis diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) yang tak memiliki kewenangan penuh, membuat pelayanan publik berjalan setengah hati.
“Mereka hanya duduk manis, menikmati kursi empuk tanpa hasil konkret. Kalau kursi DPRD saja terus bertambah, seharusnya rakyat juga ikut sejahtera,” ujarnya.
Sindiran paling tajam muncul lewat istilah yang kini viral di kalangan mahasiswa: “Banten Melehoy” sebuah ejekan terhadap arah pembangunan yang dianggap loyo, lamban, dan jauh dari semangat reformasi awal berdirinya provinsi ini.
Tak hanya eksekutif, GMNI juga menuding DPRD Banten tak lebih dari stempel politik tanpa daya kritis.
“Jumlah kursi bertambah, tapi kualitas pengawasan menurun. Yang sibuk hanya anggaran, bukan kerja nyata,” imbuh Dadang.
Selain soal pembangunan, mahasiswa juga menyoroti tunjangan kinerja (tukin) pejabat Pemprov Banten yang dinilai jomplang dengan kondisi rakyatnya.
“Pergub Nomor 41 Tahun 2021 mengatur tukin Sekda bisa mencapai Rp76,5 juta per bulan, eselon II seperti Asda dan Kepala Bapenda Rp55 juta, dan kepala OPD lain Rp47 juta. Angka fantastis, tapi hasilnya nihil. Kinerja tak kompatibel dengan besaran gaji,” ungkapnya.
Aksi ini menjadi pengingat pahit: Banten yang lahir dari semangat perlawanan rakyat terhadap ketimpangan justru kini menciptakan ketimpangan baru di dalam rumahnya sendiri.
(Ziee/Redaksi)
