GetMenit.com, Tangerang – Jangan heran kalau akhir-akhir ini mal terasa penuh sesak tapi tenant malah mengeluh sepi pembeli. Itulah fenomena baru yang tengah viral di media sosial: ROJALI, singkatan dari Rombongan Jarang Beli.
Fenomena ini bukan lelucon semata, tapi realitas sosial yang makin sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan besar di Indonesia. Masyarakat berbondong-bondong ke mal, bukan untuk belanja, tapi hanya untuk jalan-jalan, numpang AC, atau sekadar update Instastory dengan latar “luxury lifestyle”.

Niat Belanja, yang Dibeli Cuma Parkir
Salah satu pengunjung yang mengaku bagian dari “Pasukan Rojali” adalah Rina (29), pegawai swasta yang hobi jalan ke mal setiap akhir pekan.
“Kadang niatnya sih belanja, tapi sampai sana lihat harga langsung sadar masih banyak utang cicilan. Akhirnya ya udah deh, foto-foto terus pulang,” ujar Rina sambil tertawa.
Tak sedikit juga yang datang sekadar cuci mata, jajan es krim cone Rp5 ribu, lalu nongkrong berjam-jam di foodcourt sambil nebeng Wi-Fi. Bahkan ada istilah baru yang muncul: “window shopping level dewa”, karena meski lewat depan toko berkali-kali, tangan tetap tertahan di dompet.
Mal Ramai, Transaksi Sepi — Ada Apa dengan Daya Beli?

Menurut data yang dihimpun oleh beberapa pengelola pusat perbelanjaan, jumlah kunjungan memang meningkat pasca-pandemi, tapi tingkat transaksi dan spending menurun drastis. Hal ini menandakan satu hal: daya beli masyarakat sedang lesu.
Dan ini bukan cuma urusan belanja baju atau barang mewah. Banyak masyarakat mengaku kini lebih selektif bahkan untuk kebutuhan primer. Harga bahan pokok naik, tarif listrik naik, tapi gaji stagnan. Jadi, ke mal bukan lagi soal belanja, melainkan semacam “healing visual” saja.
Fenomena Rojali ini seharusnya jadi tamparan halus bagi pemerintah. Bukannya tanpa sebab masyarakat hanya mampu menikmati pemandangan etalase daripada isi kantongnya sendiri. Inflasi, lapangan kerja yang tak merata, hingga subsidi yang makin minim turut membuat masyarakat harus memutar otak agar dompet tetap waras.

Bukankah aneh kalau ekonomi katanya membaik, tapi rakyat malah lebih sering “numpang eksis” daripada “numpang belanja”? Mal penuh tapi kantong kosong, bukan lagi meme lucu tapi realita pahit.
Fenomena Rojali memang terdengar lucu di permukaan, tapi menyimpan ironi mendalam. Saat warga harus memilih antara makan malam atau top-up e-wallet, kita tahu ada yang salah dari sistem ekonomi yang berjalan.
Jadi, jangan salahkan rakyat kalau mereka ke mal hanya buat ngadem. Mungkin mereka cuma ingin merasa “mampu”, meski sekadar lewat kamera ponsel. (Naz)