GetMenit.com, Kabupaten Tangerang – Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat, kali ini menyeret seorang nenek berusia 68 tahun, Li Sam Ronyu, yang telah menguasai tanah seluas 32 hektare di Teluknaga, Kabupaten Tangerang sejak 1994. Ironisnya, perempuan lanjut usia ini justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Tangerang Kota atas tuduhan pemalsuan dokumen.
Pihak kuasa hukum menyebut Li Sam Ronyu adalah pemilik sah tanah tersebut, yang dibeli dari seseorang bernama Sucipto melalui Akta Jual Beli (AJB) resmi dan telah membayar pajak secara rutin hingga 2024.
“Klien kami bahkan sempat menerima ganti rugi dari Pemkab Tangerang karena sebagian lahannya terkena proyek jalan pada 2007. Itu bukti nyata dia pemilik sah,” ujar Charles Situmorang, kuasa hukum Li Sam Ronyu.
Masalah muncul saat Li Sam Ronyu mengurus sertifikat hak milik pada 2021. Belum selesai prosesnya, akhir 2024 ia malah dilaporkan oleh pihak yang mengaku ahli waris lahan. Tanpa disangka, pada 27 Mei 2025, statusnya resmi menjadi tersangka atas sangkaan pemalsuan dokumen berdasarkan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP.
Diduga Terkait Proyek Besar, Kuasa Hukum Sebut Ada Campur Tangan Mafia Tanah
Charles menduga kuat kasus ini berkaitan dengan rencana pengembangan besar-besaran di kawasan Teluknaga. Ia menyebut kliennya menjadi korban praktik mafia tanah yang ingin mengambil alih lahan bernilai tinggi tersebut.
“Kami menduga ada permainan mafia tanah di balik kasus ini. Sangat janggal jika seorang nenek yang punya bukti kuat dan membayar pajak selama 30 tahun tiba-tiba disangka memalsukan dokumen,” tegas Charles.
Pihaknya pun telah melayangkan permintaan penundaan pemeriksaan terhadap Li Sam Ronyu, sekaligus menyiapkan langkah praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang guna menguji keabsahan penetapan tersangka tersebut.
BACA JUGA: Warga Alar Jiban Serukan ‘Perang’: Calo Tanah Jangan Berani Paksa Relokasi!
Minta Perhatian Negara: Panggil Kapolri hingga Satgas Anti Mafia Tanah
“Kami ingin proses ini berjalan transparan dan sesuai hukum. Jangan sampai warga kecil seperti klien kami dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak,” ujarnya.
Kuasa hukum berharap kasus ini mendapat perhatian dari lembaga tinggi negara. Mereka meminta Kapolri, Kejaksaan Agung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Satgas Anti Mafia Tanah ikut turun tangan. (*)