GetMenit.com, Tangerang – Agustus umumnya dikenal sebagai puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun, hingga memasuki minggu pertama bulan ini, hujan deras masih terus mengguyur sejumlah daerah. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, yaitu kondisi ketika hujan tetap turun meski sedang berada di musim kemarau.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), selama tiga hari pertama Agustus 2025, hujan lebat hingga ekstrem terjadi di berbagai wilayah. Misalnya, wilayah Jabodetabek mencatat curah hujan harian mencapai 121,8 mm, yang tergolong sangat tinggi untuk musim kemarau.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena ini masih dalam batas normal secara klimatologis.
“Seperti yang disampaikan BMKG, kondisi ini akan terus berlangsung hingga transisi ke musim hujan,” ungkapnya dalam keterangan resmi pada Rabu, 6 Agustus 2025, dikutip dari CNN Indonesia.
Apa Penyebab Kemarau Basah di 2025?
BMKG mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan kemarau tahun ini tetap disertai hujan deras:
- Indian Ocean Dipole (IOD) Negatif
IOD saat ini berada pada level -0,6, yang berarti suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian timur lebih hangat dari biasanya. Kondisi ini meningkatkan penguapan dan pasokan uap air ke atmosfer Indonesia. - Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO)
Gelombang atmosfer MJO sedang aktif di wilayah Sumatera hingga Jawa bagian barat, sehingga memperbesar kemungkinan terbentuknya awan hujan. - Bibit Siklon Tropis 90S
Kemunculan bibit siklon ini di Samudra Hindia barat daya Bengkulu menyebabkan konvergensi angin yang memicu hujan di sepanjang Pulau Jawa. - Suhu Muka Laut Masih Hangat
Perairan Indonesia, terutama di selatan Jawa dan Sumatera, masih menyimpan suhu laut yang tinggi, yang ikut memperkuat pertumbuhan awan hujan. - Aktivitas Gelombang Atmosfer Lainnya
Seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low-Frequency, juga terpantau aktif dan turut mendorong terjadinya curah hujan di luar musim normal.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, sebelumnya mengungkapkan bahwa anomali cuaca ini sudah terjadi sejak Mei 2025 dan diperkirakan akan berlanjut hingga Oktober.
“Melemahnya Monsun Australia membuat suhu laut di selatan Indonesia tetap hangat, yang akhirnya memperpanjang masa curah hujan di musim kemarau,” jelasnya dalam konferensi pers daring awal Juli lalu.
Peringatan dari Pakar Klimatologi BRIN
Pakar klimatologi BRIN, Erma Yulihastin, juga memberikan peringatan bahwa curah hujan di Agustus 2025 berpotensi meningkat dua kali lipat dibanding Juli, terutama pada dasarian ketiga (periode 21–31 Agustus).
Menurutnya, cuaca ekstrem kemungkinan akan lebih merata terjadi di berbagai wilayah. Vorteks yang bergerak mendekati wilayah Indonesia diperkirakan menjadi pemicu meningkatnya intensitas hujan.
Waspadai Cuaca Ekstrem dan Potensi Bencana
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi banjir lokal, angin kencang, dan pohon tumbang akibat hujan lebat yang terjadi di luar kebiasaan musim kemarau.
BMKG dan BRIN mengingatkan bahwa perubahan pola iklim seperti ini perlu diantisipasi, terutama bagi sektor pertanian, transportasi, dan mitigasi bencana.
(Naz)