GetMenit.com, Kota Serang – Angka kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Banten selama tahun 2025 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Hingga pertengahan tahun ini, tercatat 210 anak menjadi korban kekerasan seksual, berdasarkan data dari Polda Banten.
“Jumlah korban ada 210, sedangkan jumlah laporan yang masuk sebanyak 205 kasus,” ungkap Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Herlia Hartarani, Jumat, 18 Juli 2025.
Lebih mencengangkan, lokasi kejadian paling banyak terjadi di dalam rumah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak. Sementara itu, pelaku kekerasan umumnya adalah orang terdekat korban, terutama teman sendiri.
“Tempat kejadian paling banyak di rumah. Pelakunya mayoritas teman korban sendiri,” ujar Herlia.
Lonjakan Kasus dari Tahun ke Tahun
Dari catatan kepolisian, kasus kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir. Pada 2023 tercatat 168 kasus, meningkat drastis menjadi 259 kasus di tahun 2024. Tren ini terus berlanjut di 2025 meskipun tahun belum berakhir.
Herlia menegaskan pentingnya peran orang tua dan lingkungan sekitar dalam mencegah kejahatan seksual terhadap anak, mengingat mayoritas pelaku berasal dari lingkungan sosial korban sendiri.
Kasus Terbanyak Terjadi di Kragilan dan Cikande
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Serang, AKP Andi Kurniady, mengungkapkan bahwa wilayah hukum Polres Serang menangani 43 laporan terkait kasus serupa. Sebagian besar korbannya adalah anak di bawah umur.
“Dari 43 laporan, memang ada sebagian korban dewasa, namun mayoritas adalah anak-anak,” ujar Andi.
Ia juga mengungkap bahwa kasus paling banyak terjadi di wilayah Kragilan dan Cikande, dua kecamatan dengan angka kejadian tertinggi.
“Untuk kejadian cukup banyak di Kragilan, lalu disusul wilayah Cikande,” jelasnya.
Dari puluhan kasus yang ditangani Polres Serang, lebih dari 25 kasus telah rampung disidik dan berkasnya diserahkan ke kejaksaan.
Fenomena meningkatnya kekerasan seksual terhadap anak di Banten menjadi alarm keras bagi masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah. Perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas utama. Diperlukan pengawasan ketat, edukasi seksual yang tepat, dan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat untuk mencegah tragedi ini terus berulang. (Redaksi)