GetMenit.com, Kabupaten Serang – Aktivitas reklamasi laut yang diduga ilegal di wilayah Pangsoran, Kali Sareang, Desa Bojonegara, Kabupaten Serang, menuai gelombang protes dari para nelayan setempat. Mereka menilai proyek tersebut bukan hanya merampas ruang hidup, tetapi juga menghancurkan sumber penghidupan ribuan keluarga pesisir.
Ketua Rukun Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bojonegara, Sukardi, mengecam keras reklamasi yang dilakukan tanpa transparansi dan keterlibatan masyarakat terdampak, khususnya nelayan yang setiap hari menggantungkan hidup dari laut di kawasan tersebut.
“Kami tidak pernah diajak bicara. Tahu-tahu laut tempat kami mencari nafkah diuruk begitu saja. Kami rugi besar. Ini tanah air kami, tapi kami malah disingkirkan,” tegas Sukardi, Senin (4/8/2025).
Sejak proyek reklamasi dimulai, wilayah tangkapan nelayan menyempit drastis. Beberapa jenis ikan yang dulunya mudah ditemukan kini sulit dijangkau. Bahkan, kualitas air laut di sekitar lokasi reklamasi disebut memburuk, dengan munculnya sedimentasi dan dugaan pencemaran akibat pengurukan.
“Ikan makin jauh, bahan bakar makin mahal, penghasilan makin menipis. Reklamasi ini bukan pembangunan, tapi pemiskinan nelayan,” ujar salah satu nelayan lainnya.
Dalam pernyataan sikap resminya, HNSI Bojonegara menuntut pemerintah daerah hingga kementerian terkait untuk:
- Menghentikan sementara seluruh aktivitas reklamasi,
- Melakukan audit lingkungan hidup secara menyeluruh,
- Membuka akses publik terhadap dokumen perizinan, AMDAL, dan RTRW,
- Menjamin pemulihan hak-hak nelayan dan kompensasi atas kerugian ekonomi.
“Reklamasi tanpa pengawasan dan tanpa partisipasi publik adalah bentuk nyata pengabaian terhadap keadilan ekologis dan sosial,” tambah Sukardi.
Kajian internal HNSI Bojonegara mengungkap bahwa proyek reklamasi ini berdampak serius secara sosial dan ekologis. Beberapa dampak yang tercatat antara lain:
Dampak Sosial-Ekonomi:
- Hilangnya wilayah tangkap tradisional nelayan,
- Penurunan hasil tangkapan akibat kerusakan habitat,
- Kenaikan biaya operasional karena harus melaut lebih jauh,
- Hilangnya alternatif pekerjaan seperti budidaya rumput laut atau keramba,
- Munculnya konflik horizontal antar kelompok nelayan.
Dampak Ekologis:
- Rusaknya ekosistem terumbu karang, lamun, dan mangrove,
- Penurunan kualitas air laut akibat sedimentasi dan limbah,
- Hilangnya area pemijahan ikan (spawning ground),
- Perubahan arus laut yang menyebabkan abrasi di wilayah pesisir lain.
Sukardi menegaskan bahwa reklamasi ini diduga kuat telah melanggar berbagai regulasi penting, di antaranya:
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
- UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
- Permen KP No. 28 Tahun 2014 yang melarang reklamasi jika merusak ekosistem atau mengganggu aktivitas nelayan.
HNSI Bojonegara mendesak agar negara tidak tutup mata terhadap konflik lingkungan ini dan segera menindak tegas para pelaku, termasuk aktor yang membekingi proyek reklamasi yang merugikan rakyat kecil.
“Kalau negara terus diam, siapa lagi yang akan melindungi laut kami? Jangan sampai nelayan justru menjadi korban dari pembangunan yang serampangan,” tutup Sukardi.
(Redaksi