GetMenit.com, Kabupaten Tangerang – Dugaan penyimpangan anggaran pembelian bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas senilai Rp5,3 miliar di UPT Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin, Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Kabupaten Tangerang, akhirnya terbongkar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kuat adanya kejanggalan transaksi hingga pengembalian uang tunai yang tidak tercatat secara resmi.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2024, DLHK Tangerang menjalin kerja sama pengadaan BBM dengan PT DPL, berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: 00.3.3/03/48401699/PPKo/TPA/DLHK/2024 tertanggal 10 Januari 2024. Perjanjian tersebut berlaku hingga 31 Desember 2024.
Pembayaran dilakukan melalui mekanisme LS (Langsung) ke rekening perusahaan mitra, dengan rencana penggunaan harian BBM jenis Pertamina Dex sebanyak 1.001 liter dan Pertamax 50 liter per 10 hari. Namun, pencairan dana tersebut tidak disertai bukti pembelian resmi seperti setruk SPBU.
Transaksi Tanpa Bukti, BBM Tak Sesuai Realisasi
Konfirmasi dari Supervisor SPBU 34-115130 yang merupakan mitra PT DPL, mengungkap bahwa pembelian BBM oleh petugas TPA dilakukan secara langsung menggunakan jeriken atau drum, tanpa ada satu pun dokumen resmi transaksi yang diberikan.
Setelah dilakukan audit dan penelusuran, realisasi harian BBM ternyata hanya mencapai sekitar 650 liter per hari—jauh di bawah angka yang tertera dalam perencanaan. Sementara untuk Pertamax, ternyata tidak pernah direalisasikan sama sekali.
Akibat perbedaan antara pembayaran dan konsumsi aktual, terjadi selisih besar. Dari total pembayaran sebesar Rp5.306.067.350, yang terealisasi hanya Rp3.471.320.000. Selisih uang mencapai Rp1.834.747.350 dikembalikan dalam bentuk uang tunai oleh pihak SPBU kepada staf UPT TPA.
Berdasarkan pengakuan staf UPT TPA kepada auditor BPK, seluruh uang tunai hasil selisih tersebut diserahkan langsung kepada Kepala UPT TPA Jatiwaringin saat itu, Achmad Sugandi. Ia mengaku uang tersebut digunakan untuk menutupi kebutuhan operasional dan pemeliharaan alat berat yang tidak tercakup dalam anggaran resmi.
Lebih mencengangkan lagi, Sugandi juga menyatakan bahwa sebagian uang dibagikan tunai kepada seluruh personel UPT, termasuk 4 PNS dan 40 tenaga kontrak, dengan dalih sebagai tunjangan risiko kerja.
Achmad Sugandi sendiri telah pensiun per 1 Januari 2025, sebelum pemeriksaan BPK dilakukan. Meski demikian, DLHK Kabupaten Tangerang menegaskan bahwa tanggung jawab sepenuhnya berada pada yang bersangkutan, dan menyatakan bahwa seluruh dana telah dikembalikan ke kas daerah.
Sekretaris DLHK, Budi Humaedi, saat dikonfirmasi wartawan membenarkan bahwa pengembalian uang tersebut sudah dilakukan sepenuhnya. (zief)